IMPLEMENTASI
PRINSIP-PRINSIP AKAD KE DALAM PRODUK PERBANK SYARI’AH
MAKALAH
Untuk memenuhi Tugas Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam
Dosen Pembina : Nani Hanifah, S.Ei
Disusun oleh:
MUHAMAD MASHURI
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM DARUL ULUM
(STAIDU)
WRINGINPUTIH MUNCAR BANYUWANGI
2015-2016
DAFTAR ISI
Daftar
Isi ...................................................................................................... ii
BAB
I PENDAHULUAN ......................................................................... 1
A. Latar
Belakang ................................................................................
B. Rumusan
Masalah ..........................................................................
C. Tujuan
Makalah ...............................................................................
Bab
II PEMBAHASAN ..............................................................................
Bab
III PENUTUP.......................................................................................
A. Kesimpulan
.....................................................................................
B. Saran-saran
......................................................................................
DAFTAR
PUSTAKA ...................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia merupakan mahluk social .
atau dengan pengertian lain bahwa manusia merupakan mahluk yang saling
membutuhkan satu sama lain. Sebagai makhluk social, manusia tidak bisa lepas
untuk berinteraksi dengan sesama, dalam kerangka memenuhi kebutuhan hidupnya.
Kebutuhan manusia sangat beragam, sehingga terkadang secara pribadi ia tidak
mampu untuk memenuhinya. Sehingga berhubungan
dengan orang lain. Namun hubungan manusia dengan manusia (muamalah) seperti ini
harus memiliki aturan yang jelas. Agar dalam kegiatan bermuamalh terjaga dari
hal-hal yang berbau kecurangan dan lain-lain. sehingga terdapat aturan yang
menjelaskan hak dan kewajiban keduanya berdasarkan kesepakatan bersama. Proses
menetapkan kesepakatan ini biasa disebut dengan akad atau kontrak.
Biasanya
akad di gunakan pada saat transaksi jual beli atau pada saat
pertukaranpertukaran barang, dan juga termaksut dalam pernikahan. Maka dalam
hubungan yang seperti ini, akad merupakan sesuatu yang penting, dalam perannya
menciptakan interaksi atau transaksi yang adil bagi semua pihak. Islam sebagai
agama yang universal memberikan aturan yang cukup jelas dalam akad yang cukup
jelas untuk diaplikasikan dalam kehidupan social sehari-hari. Maka untuk lebih
menambah pemahaman kita terhadap apa itu akad, akan akami ulas dalam makalah
berikut ini.
B. Rumusan Masalah
1.
Pengertian dari Akad ?.
2.
Keabsahan Akad ?.
3.Asas-Asas
Akad ?.
4.
Klasifikasi Akad ?.
5. Implementasi
Prinsip-Prinsip Akad dalam Pembuatan Akad ?.
6.Implementasi
Prinsip-prinsip Akad Ke Dalam Produk Perbankan syari’ah?.
C.
Tujuan
Makalah
Adapun tujuan dari makalah ini adalah untuk menjadi
penambahan wawasan ilmu pengetahuan bagi pembaca umumnya dan penulis khususnya.
BAB
II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian
Akad
Dalam
Al-Qur’an, ada dua istilah yang berkaitan dengan perjanjian, yakni al-‘aqdu
dan al-‘ahdu. Kata al-‘aqdu terdapat dalam (QS. al-Maidah Ayat :1).
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَوْفُواْ بِالْعُقُودِ أُحِلَّتْ لَكُم بَهِيمَةُ
الأَنْعَامِ إِلاَّ مَا يُتْلَى عَلَيْكُمْ غَيْرَ مُحِلِّي الصَّيْدِ وَأَنتُمْ
حُرُمٌ إِنَّ اللّهَ يَحْكُمُ مَا يُرِيدُ. (المائدة: 1)
“Wahai
orang-orang yang beriman! Penuhilah akad-akad. Hewan ternak dihalalkan bagimu,
kecuali yang akan disebutkan kepadamu, dengan tidak menghalalkan berburu ketika
kamu sedang berihram (haji atau umrah). Sesungguhnya Allah Menetapkan hukum
sesuai dengan yang Dia Kehendaki.”
Secara
etimologi, akad (al-‘aqdu) berarti perikatan, perjanjian, dan
pemufakatan (al-ittifaq). Dikatakan
ikatan karena memiliki maksud menghimpun atau mengumpulkan dua ujung tali dan
mengikatkan salah satunya pada yang lainnya hingga keduanya bersambung dan
menjadi seutas tali yang satu. Sedangkan menurut Wahbah Az-zuhaily, yaitu :
الربط
بين أطراف الشيء سواء أكان ربطًا حسييًا أم معنويًا من جانبٍ أو من جانبين
“Ikatan
antara dua perkara, baik ikatan secara nyata maupun ikatan secara maknawi, dari
satu segi maupun dari dua segi.”
Sedangkan al-‘ahdu secara etimologis
berarti masa, pesan, penyempurnaan, dan janji atau perjanjian. Kata al-‘ahdu terdapat dalam (QS. Ali
Imran : 76).
بَلَى
مَنْ أَوْفَى بِعَهْدِهِ وَاتَّقَى فَإِنَّ اللّهَ يُحِبُّ الْمُتَّقِينَ. (آل
عمران: ٧٦)
“Sebenarnya
barangsiapa menepati janji dan bertakwa, maka sungguh, Allah Mencintai
orang-orang yang bertakwa.”
Istilah
al-‘aqdu dapat disamakan dengan istilah verbintenis dalam KUH
Perdata, karena istilah akad lebih umum dan mempunyai daya ikat kepada para
pihak yang melakukan perikatan. Sedangkan al-‘ahdu dapat disamakan
dengan istilah overeenkomst, yang dapat diartikan sebagai suatu
pernyataan dari seseorang untuk mengerjakan atau tidak mengerjakan sesuatu, dan
tidak ada sangkut pautnya dengan kemauan pihak lain. Janji ini hanya mengikat
bagi orang yang bersangkutan.
2.
Keabsahan Akad
Dalam Ajaran Isalam Untuk Sahnya Suatu Akad Harus Di Penuhi
Rukun Dan Syarat dari Suatu akad. Unsur Akad Adalah Unsur Mutlak Yang Harus Ada
Dan Merupakan Esensi Dalam Setiap Akad. Jika Salah Satu Rukun Tidak Ada,Secara
Syari’ah Akad Di Pandang Tidak Pernah Ada.Sedangkan Syarat Adalah Suatu
SifatYang Harus Ada pada Pada SetiapRukun,tetapi Buakan Merupakan Esensi Akad.
Para Ulama Berbeda Pendapat Dalam Menentukan Rukun
Akad.Perbeda’an ini Muncul Dari Perbeda’an Merekan Dalam Menentukan Esensi Akat
Itu Sendiri.
Bagi
Jumhur Ulama,Rukun Akad Terdiri atas :
1.
Shighat,
Yaitu Pernyata’an Ijab dan Qobul
2.
Aqidan,
Yaitu Dua Pelaku Akad
3.
Ma’qud
‘Alaih, Yaitu Objek Akad
Sementara Itu ,Bagi Kalangan Mazhab Hanafi,Rukun Akad Hanya
Terdiri Dari Ijab Dan Qabul (Shighat). Sedangkan Hal Laen Yang Oleh Jumhur Di
Pandang Sebagai Rukun,Oleh Madhab Ini Di Pandang Sebagai Lawazim Al-‘aqd
(Hal-Hal
Yang Secara Konsekuensional Harus Ada Dalam Setiap Pembentukan Akad) Dan
Terkadang Di Sebut Juga Dengan Muqawwimat Al- ‘Aqd (Pilar-Pilar Akad).
Dengan ada Ijab Dan QobulSudah Barang Tentu Ada Pihak-Pihak
Yang Menyatakanya, Yaitu Pelaku Akad .Menyatakan Ijab Dan Qobul Tidak Akan
Menimbulkan Arti Apa-Apa Tanpa Adanya Objek, Karena akibat Hukum Yang Ingin Di
Wujudkan Pelaku Melalui Ijab Dan Qobul Hanya Akan Terlihat Pada Objeknya.
Selain Itu,ulama Madhab Hanafi Menambah Satu Hal Lagi Pada Lawazim Al-
A’qd,Yaitu Maudu’ Al-Aqd (Sasaran,Tujuan Atau Akibat Hukum Akad).
3.
Asas-Asas Akad
Sebagaimana Dalam Hukum Perjanjian Menurut KUH Perdata Yang
Mengenal Asas Kebebasan Berkontrak,Asas Personalitas Dan Asas Itikat Baik,
Sedangkan Dalam Hukum Adat Mengenal Asas Terang,Tunai Dan Riil, Dalam Hukum
Islam JugaMEngenal Asas-Asas Hukum Perjanjian Yaitu Sebagaiberikut:
1).
Al Hurriyah (Kebebasan)
Asas Ini Merupakan Prinsip Dasar Dalam Hukum Perjanjian
Islam, Dalam Artian Para Pihak Bebas Dalam Membuat Suatu Perjanjian Atau Akad.
2).
Al Musawah (Persama’an Atau Kesetara’an)
Asas Ini Mengandung Pengertian Bahwa Para Pihak Mempunyai
Kedudukan Yang Sama,Sehingga Dalam Menentukan Term And Condition Dari suatu
Akad Setiap Pihak Mempunyai Kesetara’an Atau Kedudukan Yang Seimbang.
3).
Al ‘Adalah (Keadilan)
Pelaksana’an
Asas Ini Dalam Suatu Akad MenurutPara Pihak Untuk Melakukan Yang Benar Dalam
Mengungkapkan Kehendak dan Keada’an, Dan Memenuhi Semua Kewaibanya. Akad
Harus Senantiasa Mendatangkan Keuntungan
Yang Adil Dan Seimbang,Serta Tidak Boleh Mendatangkan Kerugian Bagi Salah Satu
Pihak.
4).
Al Ridha (Kerela’an)
Asas
Ini Menyatakan Bahwa Segala Transaksi
Yang Di Lakukan Harus Atas Dasar Kerela’an Antara Masing-Masing Pihak,Tidak
Boleh Ada Ungsur Paksa’an,Tekanan Dan Penipuan.Dasar Hukum Adanya Asas
Kerela’an Dalam Pembuatan Akad .
5).
Ash Shidiq (Kebenaran Atau Kejujuran)
Agama
Islam Melarang Manusia Melakukan Kebohongan Dan Penipuan,Karena Dengan Adanya
Kebohongan Dan Penipuan Sangat berpengaruh Pada Keabsahan Akad. Akad Yang Di
Dalamnya Mengandung Kebohongan Atau
Penipuan Memberikan hak Pada Pihak Lain Untuk Menghentikan Proses Pelaksana’an
Akad Tersebut.
6).
Al Kitabah (Tertulis)
Setiap Akad Hendaknya Di Buat Secara Tertulis ,Karena Demi
Kepentingan Pembuktian Jika Di Kemudian Hari Terjadi Sangketa. Al-Qur’an dalam
Surah Al Baqarah Ayat 282-283 Mengisaratkan Agar Akad Yang Di Lakukan Dalam
Benar Benar Berada Dalam Kebaikan bagi Semua Pihak, bahkan Dalam Perbuatan Akad
Hendaknya Juga Di Sertai Saksi-Saksi (Syahadah), rahn (Gadai,Untuk kasus
Tertentu) dan Prinsip-Prinsip Tanggung jawab Individu.
4.
Klasifikasi Akad
Akad dapat Di Bagi
Menjadi Beberapa macam Sesuai Dengan sudut Pandang Atau Yang menjadi dasar
Pembagianya.
1). Berdasarkan Sifatnya
a). Sahih Yaitu Akad Yang Semuan
Rukun Dan syaratnya Terpenuhi sehingga Menimbulkan Dampak Hukum.
b). Ghair Shahih Yaitu Yang Tidak Memenuhi Rukun
Dan syaratnya Sehingga Tidak Menimbulkan dampak Hukum.
2).
Berdasarkan Hubungan dampak Hukum dengan Signetnya
a). Munjiz, Yaitu Akad yang
Sighahnya Cukup Untuk membuatnya Terjadi dan dampak Hukumnya Ada
Seketika,Seperti Jual Beli.
b). Mudhof Ilal Mustaqbal, Sighahnya
Menunjukan akad,Namun Dampak Hukumnya Terjadi Pada Waktu Yang Akan Datang yang
Telah Di Tentukan Oleh Kedua Pihak.
c). Mu’alaq,Akad Yang Wujudnya
Bergantung Pada Kewujudan Sesuatu lainya (Seperti :Kalau saya Bergi Ke Irak
,Maka Kamu Menjadi Wakilku dalam penjualan Rumahku).
5.
Implementasi Prinsip-prinsip Akad
Dalam Pembuatan Akad
Berdasarkan
Pada Pengertian Akad ,Rukun dan syahnya Akad,Asas-Asas Hukum Yang
Mendasarinya,Klasifikasi Akad,maka dalam Akad Perlu di Perhatikan Hal-Hal
sebagai Berikut :
1).
Dari Segi Subjek Atau Para Pihak Yang Mengadakan Akad
2).
Dari Segi Tujuan Dan Objek akad
3).
Perlu adanya Kesepakatan Dalam Hal Yang Berkaitan Dengan Waktu Akad ,
Jumlah
Biaya,Mekanisme Kerja,Jaminan,Penyelesaian Sangketa Objek Akad,Dan cara
Pelaksana’anya.
4).
Perlu Ada Persama’an ,Kesetara’an ,Kesejahtera’an Dan Keadilan dari Antara
Pihak Dalam Menentukan hak Dan Kewajiban ,Serta Dalam hak Dan Kewajiban,Serta
Dalam Hal Penyelesaian Sangketa Yang Mungkin Terjadi Seperti Wanprestasi.
5).
Pemilihan HukumDan Forum dalam Penyelesaian Sangketa Harus Di Cantumkan Dalam
Perjanjianya.
6.
Implementasi Prinsip-Prinsip Akad Ke
Dalam ProdukPerbankan Syari’ah
Secara
Garis Besar Kegiatan Operasional Bank Syari’ah Dan Bank Konvensional Dapat Di
Bagi Menjadi Tiga Katagori, Yaitu:
1.
Kegiatan
Penghimpunan Dana (Fuding)
Kegiatan Penghimpunan Dana Dapat Di Tempuh Oleh Perbankan
Melalui Mekanisme Tabungan,Giro,Serta Deposito.Kusus Untuk Perbankan
Syari’ah,Tabungan Dan Giro Di Bedakan menjadi dua Macam Yaitu: Tabungan Dan
Giro Di Dasarkan Pada Akad Wadi’ah,Serta Tabungan Dan Giro Yang Di dasarkan
pada akad Mudharabah.Sedangkan Kusus Deposito hanya Memekai Akad Mudharabah Karena
Deposito Memang Di Tunjukan Untuk Kepentingan Investasi.
2.
Kegiatan
penyaluran dana (lending)
Kegiatan Penyaluran dana Kepada Masyarakat (Lending) Dapat
Di tempuh Oleh bank Dalam Bentuk Murabahah, Mudharabah, Musyarokah Ataupun
Qard. Bank Sebagai Penyedia dana Akan Mendapatkan Imbalan Dalam Bentuk magrin
Keuntungan Untuk Murabahah,Bagi Hasil Untuk Mudharabah Dan Musyarakah,Serta
Biaya Adminintrasi Untuk Qard.
3.
Jasa
Bank
Kegiatan Usaha Bank
Di banding jasa dapat Berupa Penyediya’an Bank Garansi(Kafalah)Letter Of credit
(L/C),Hiwalah,Wakalah, Dan Jual beliValuta asing.
Berdasarkan
pada ketentuan Pasal 3 Peraturan Bank ndonesia Nomor 9/19/PBI/2007 Tentang
Pelaksana’an Prinsip Syari’ah dalam Kagiatan Penghimpunan dana serta Pelayanan
Jasa bank syari’ah, Operasionalisme Maupun produk Bank Syari’ah Dalam kegiatan
Penghimpunan Dana,Penyaluran,Dan pelayanan Jasa .
PENUTUP
A. KESIMPULAN
0 comments:
Post a Comment